Dirjen HAM Memonitor Pembangunan KEK Mandalika Sejalan dengan Prinsip-Prinsip HAM

Template_IG1s.png

Tidak hanya berpangku tangan, Direktorat Jenderal HAM terjun langsung dalam memonitor pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika (KEK) agar sejalan dengan prinsip-prinsip HAM.

Hal ini ditunjukan dengan kehadiran Direktur Kerja Sama HAM, Hajerati Mas'ud, dan Kadiv Yankumham Kanwil NTB, Harniati Sikumbang tim Direktorat Yankomas yang dipimpin Kasubdit Wilayah IV, Ian Zuliansyah pada acara Pembayaran Uang Ganti Untung (UGU) untuk kepentingan umum proyek strategis nasional KEK Mandalika, yang digelar di aula kantor camat Pujut, Lombok Tengah, Kamis (15/4).

"Kehadiran kami pada acara ini bermaksud untuk memastikan agar pembangunan KEK Mandalika ini telah sejalan dengan prinsip bisnis dan HAM," tutur Hajerati.

Untuk itu, lanjut Hajerati, Direktorat Jenderal HAM terus melakukan koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait, PT ITDC, serta Komnas HAM.

Penyerahan UGU batch akhir kepada lima warga pemilik lahan enclave dilakukan oleh staf ahli bidang manajemen resiko Kemenparekraf Hengky Manurung, Pejabat Pembuat Komitmen Harry Noor Sukarna, Kepala Bidang Pemasaran Bisnis Kacab BNI Mataram Kadek Yulie, dan Direktur Operasional dan Inovasi Bisnis ITDC Arie Prasetyo.

Keesokan harinya, Jumat (16/4) tim yang dipimpin Direktur Kerja Sama HAM juga turut ikut rembug dalam acara forum group discussion (FGD) penanganan isu lahan Mandalika. Pada rapat yang dihadiri oleh Asdep dari Kemenko Maritim dan Investasi, VP Construction Mandalikan ITDC, dan Managing Director Mandalika ITDC itu, forum merumuskan penyampaian jawaban kepada PTRI Jenewa.

Salah satu keputusan dalam rapat yang digelar di kantor ITDC itu adalah penegasan bahwa pemerintah RI secara serius melindungi hak asasi manusia. Hal ini dilakukan dengan terus berkoordinasi kepada pelbagai pihak terkait dan kunjungan langsung ke lapangan.

Dapat disampaikan, polemik terkait dugaan pelanggaran HAM dalam pembangunan KEK Mandalika ini bermula dari rilis yang dikeluarkan special procedures mandate holders (SPMH) PBB pada 31 Maret 2021. Pakar PBB menuding adanya persoalan adanya permasalahan HAM pada proyek pariwisata bernilai lebih dari USD 3 Milyar.

Untuk itu, pemerintah Indonesia diberikan waktu hingga tanggal 3 Mei 2021 untuk merespon. Namun, rencananya pemerintah akan memberikan jawaban lebih cepat dari batas waktu yang diberikan tersebut, diperkirakan akhir bulan April ini. (Humas DJHAM/foto:Anggar)

1.jpg

2.jpg

3.jpg

Cetak