ntb.kemenkumham.go.id - Pelaku ekonomi kreatif di daerah didorong untuk memiliki pemahaman komprehensif mengenai kekayaan intelektual. Untuk mewujudkannya perlu peran kolaboratif antara sektor swasta, akademisi, dan para pelaku ekonomi kreatif sehingga tercipta platform dialog yang saling mendukung dan menguntungkan.
Demikian beberapa poin penting yang dibahas dalam kegiatan konsultasi teknis bertema "Sukses dengan Pengetahuan Mendalam tentang Kekayaan Intelektual untuk Meningkatkan Perekonomian Daerah" yang diselenggarakan oleh Direktorat Hak Cipta dan Desain Industri, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual di The Stones Hotel Legian, Bali, Selasa (30/7).
Kepala Sub Bidang Pelayanan Kekayaan Intelektual Kanwil Kemenkumham NTB Gusti Ngurah Suryana Yuliadi hadir dalam kegiatan tersebut. Kegiatan juga dihadiri Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJKI, Ignatius MT Silalahi dan sejumlah pejabat DJKI.
Dalam sambutan kegiatan, Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Bali Alexander Palti yang mewakili Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali, menuturkan bahwa Bali adalah wilayah yang begitu banyak memiliki hak cipta berwujud seni-seni spesifik. Oleh karenanya kegiatan ini menjadi relevan sebagai upaya bersama menumbuhkan spirit perlindungan hak cipta. "Belakangan ini marak produk kecerdasan buatan/Artificial Intelligence (AI) yang sangat merugikan masyarakat khususnya para pelaku seni. Kita harus menyadari betapa penting melindungi hak cipta," ujar Alexander.
Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Ignatius MT Silalahi menuturkan, konsultasi teknis ini membahas strategi untuk mengembangkan potensi daerah dengan memanfaatkan karya cipta, serta merumuskan langkah-langkah konkret dalam mengimplementasikan konsep komersialisasi.
"Produk inovasi dan kreativitas yang telah terlindungi dari aspek hak cipta akan memudahkan pemilik untuk melakukan komersialisasi," terang Ignatius MT Silalahi.
Ignatius MT Silalahi berujar, setelah mengikuti kegiatan ini diharapkan para peserta konsultasi teknis memahami prinsip-prinsip pelindungan hak cipta dalam hubungannya dengan industri kreatif. Selanjutnya, peserta dapat mengidentifikasi jenis-jenis ciptaan yang dilindungi hak cipta dalam konteks industri kreatif. "Muaranya adalah peserta dapat membuat akun pencatatan hak cipta secara online dan mengajukan permohonan secara mandiri," ujar Ignatius MT Silalahi.
Sejumlah narasumber juga dihadirkan dalam kegiatan tersebut yakni I Gede Arum Gunawan selaku Analis Kesenian dan Budaya Daerah dan Edward H. Wulia selaku Direktur Festival Minikino. Para narasumber memberikan materi tentang implementasi Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 15 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Royalti Atas Lisensi Penggunaan Sekunder untuk Hak Cipta Buku dan/atau Karya Tulis Lainnya.
"Dengan ditetapkannya peraturan tersebut, kami mengharapkan mekanisme pelaksanaan penarikan, penghimpunan, dan pendistribusian royalti dari penggandaan ciptaan buku dan/atau karya tulis lainnya secara fisik maupun digital dan/atau virtual dapat berjalan dengan tata kelola yang baik dalam rangka peningkatan kesejahteraan pencipta/penulis buku," kata Ignatius MT Silalahi.
Terpisah, Kakanwil Kemenkumham NTB Parlindungan mendorong kepada pemilik karya cipta khususnya di Provinsi Nusa Tenggara Barat untuk mendaftarkan hak ciptanya melalui DJKI. Dengan demikian produk kekayaan intelektualnya memberi manfaat secara ekonomi dan terlindungi dari segi hukum.
Menkumham Yasonna H Laoly dalam sejumlah kesempatan menekankan pentingnya komersialisasi kekayaan intelektual agar memberikan manfaat ekonomis bagi masyarakat. "Selain pencatatan kekayaan intelektual, perlu elemen komersialisasi agar pemegang hak kekayaan intelektual mendapatkan keuntungan ekonomi," tuturnya.
Kegiatan ini dihadiri sebanyak 80 peserta yang terdiri dari 48 peserta dari wilayah Bali dan 32 peserta dari wilayah Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Selain itu, ada juga peserta perwakilan Kanwil Kemenkumham RI, perwakilan pemerintah daerah, perwakilan akademisi, serta perwakilan praktisi.
(Junianto Budi Setyawan)